Tuesday, March 15, 2016

Membenci Hujan



Air perlahan mulai menghujam bumi. Perlahan-lahan, satu tetes, dua tetes, hingga beribu-ribu tetesan air jatuh dari atas langit. "Hujan!" teriak salah seorang anak yang takut pada hujan. Entah apa yang membuatnya takut. Ia paling tidak suka dengan hujan. Ketika hujan turun, ia lantas bersembunyi dibalik selimut. Ia selalu menangis kalau ada suara hujan atau petir yang menandakan hujan akan segera turun.

Si anak kecil itu saat ini sudah menjadi mahasiswa. Tapi tetap saja ia masih trauma dengan yang namanya hujan. Kalau ada hujan ia akan berlari ke dalam gedung, lalu bersembunyi di tempat yang menurutnya aman. Kalau ia sedang berada di jalanan, ia begitu ketakutan hingga hampir saja membuatnya kecelakaan. Ia lalu memarkirkan motornya dengan cepat, dan masuk ke dalam kamar. Kemudian menyetel lagu agar ia tak dapat mendengar suara hujan.

Karena hujanlah penyebab orangtuanya bercerai. Ketika hujan, ia dimaki-maki oleh ibunya. Kemudian setelah dipukuli, ia dibuang keluar rumah pada saat hujan. Ia benci ibunya, hujan yang telah membuatnya sakit dan ia benci dirinya sendiri. Lalu ia ditolong oleh tetangga. Tetapi kemudian ia kembali ke rumahnya. Ia tinggal bersama ayahnya. Saat hujan datang, ayahnya meninggal karena kecelakaan. Ayahnya yang sudah sakit-sakitan itu mengalami kecelakaan saat menuju ke rumah. Ia lalu menyalahkan hujan.

Saat ini ia sudah mulai berobat ke psikiater. Semenjak ayahnya meninggal, ia lalu diurus oleh pamannya. Pamannya heran pertama kali melihat ia takut sekali dengan hujan. Lalu lama-lama ia mulai khawatir. Ketika menjadi mahasiswa, inilah saat yang tepat menurut pamannya untuk berobat. Traumanya dengan hujan perlahan-lahan mulai menghilang. Ia sadar, tidak seharusnya menyalahkan siapapun.

Related Posts

Membenci Hujan
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.